Thursday, October 5, 2017

Hukum Badal Haji dan umrah




Hukum Badal Haji dan umrah
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya:
Barangsiapa mati dan belum berhaji karena sakit, miskin atau semacamnya, apakah ia mesti dihajikan?
Beliau menjawab:
Orang yang mati dan belum berhaji tidak terlepas dari dua keadaan:




Pertama:
Saat hidup mampu berhaji dengan badan dan hartanya, maka orang yang seperti ini wajib bagi ahli warisnya untuk menghajikannya dengan harta si mati. Orang seperti ini adalah orang yang belum menunaikan kewajiban di mana ia mampu menunaikan haji walaupun ia tidak mewasiatkan untuk menghajikannya. Jika si mati malah memberi wasiat agar ia dapat dihajikan, perkara ini lebih diperintahkan lagi.
Dalil dari perkara pertama ini adalah firman Allah Ta’ala, (QS. Ali Imran: 97 
“Mengerjakan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, ( iaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah ”
Juga disebutkan dalam hadits shahih, ada seorang laki-laki yang menceritakan pada Nabi Muhammad saw.
“Sungguh ada kewajiban yang mesti hamba tunaikan pada Allah. Aku mendapati ayahku sudah berada dalam usia senja, tidak dapat melakukan haji dan tidak dapat pula melakukan perjalanan. Apakah mesti aku menghajikannya?” “Hajikanlah dan umrahkanlah dia”,jawab Nabi saw.”
(HR. Ahmad dan An Nasai).
Perkara orang tua dalam hadits ini telah berumur senja dan sulit melakukan safar ( perjalanan ) dalam amalan haji lainnya,  ( maka tentu saja orang yang kuat dan mampu saja yang melakukannya )tapi disebabkan sudah hampir meninggal dunia lebih baik untuk dihajikan.
Di hadits lainnya yang shahih, ada seorang wanita berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku bernadzar untuk berhaji. Namun beliau tidak berhaji sampai beliau meninggal dunia. Apakah aku mesti menghajikannya?” “Berhajilah untuk ibumu”, jawab Rasulsaw . (HR. Ahmad dan Muslim)
Kedua:
Jika si mati dalam keadaan miskin semasa hidupnya sehingga tidak mampu berhaji atau dalam keadaan tua dan uzur sehingga tidak sempat @ dapat berhaji. Untuk perkara sebegini ia tetap disyari’atkan bagi keluarganya seperti anak laki-laki atau anak perempuannya untuk menghajikan orang tuanya.
Alasannya sebagaimana hadits yang disebutkan sebelumnya.
Begitu pula dari hadits Ibnu ‘Abbas, Nabi Muhammad saw mendengar seseorang berkata, “Labbaik ‘an Syubrumah (Aku memenuhi panggilanmu atas nama Syubrumah), maka beliau bersabda, “Siapa itu Syubrumah?” Lelaki itu menjawab, “Dia saudaraku –atau kerabatku-”. Nabi saw  lantas bertanya, “Apakah engkau sudah menunaikan haji untuk dirimu sendiri?” Ia menjawab, ”Belum.” Nabi Muhammad saw lalu mengatakan, “Berhajilah untuk dirimu sendiri dahulu , baru hajikanlah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Daud).
Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra secara mauquf (hanya sampai pada sahabat Ibnu ‘Abbas).
Jika dilihat dari dua riwayat di atas, menunjukkan dibolehkan menghajikan orang lain baik dalam haji wajib  ( bernazar )maupun haji sunnah.
Ada pun firman Allah Ta’ala,dalam surah An Najm ayat 39
 “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An Najm: 39).
Ayat ini bukanlah bermakna seseorang tidak mendapatkan manfaat dari amalan atau usaha orang lain. Ulama tafsir dan pakar Qur’an menjelaskan bahawa yang dimaksudkan  adalah amalan orang lain bukanlah amalan milik kita. Yang jadi milik kita adalah amalan kita sendiri. Adapun jika amalan orang lain diniatkan untuk lainnya sebagai pengganti, maka itu akan bermanfaat. Sebagaimana bermanfaat do’a dan sedekah dari anak yang soleh @  saudara kita (yang diniatkan untuk kita) tatkala kita telah meninggal dunia.
Begitu pula jika haji dan puasa sebagai gantian untuk orang lain, maka itu akan bermanfaat.
Nabi Muhammad saw bersabda,
“Barangsiapa yang mati namun masih memiliki hutang puasa, maka hendaklah ahli warisnya membayar hutang puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Aisyah).
Hal ini khusus untuk ibadah yang ada dalil yang menunjukkan masih bermanfaatnya amalan dari orang lain seperti do’a dari anak yang soleh @ saudara kita, sedekah, haji dan puasa. Adapun ibadah selain itu, perlu ditinjau ulang kerana ada perselisihan ulama di dalamnya seperti kirim pahala solat dan kirim pahala bacaan qur’an. Untuk amalan ini sebaiknya ditinggalkan kerana kita mencukupkan pada dalil dan berhati-hati dalam beribadah.
Wallahul muwaffiq.  (Fatwa Syaikh Ibnu Baz di atas diterjemahkan)
Badal Haji.
Para ulama menjelaskan bahawa ada tiga syarat boleh membadalkan haji:
Orang yang membadalkan adalah orang yang telah berhaji sebelumnya.Orang yang dibadalkan telah meninggal dunia atau masih hidup namun tidak mampu berhaji kerana sakit atau telah berusia senja.Orang yang dibadalkan hajinya mati dalam keadaan Islam. Jika orang yang dibadalkan adalah orang yang tidak pernah menunaikan solat seumur hidupnya, ia bukanlah muslim sebagaimana lafaz tegas dalam hadits NabiMuhammad saw, maka dia sudah kafir. Sehingga tidak sah untuk dibadalkan hajinya.
Perlu diperhatikan:

Tidak boleh banyak orang (dua orang atau lebih) sekaligus dibadalkan hajinya sebagaimana yang terjadi saat ini dalam hal badal haji. Orang yang dititipi badal, malah menghajikan lima sampai sepuluh orang kerana keinginannya hanya ingin dapat penghasilan yang besar. Jadi yang boleh adalah badal haji dilakukan setiap tahun hanya untuk satu orang sahaja  yang dibadalkan.
(Lihat bahasan Membadalkan haji orang lain dengan upah dilarang oleh para ulama kecuali jika yang menghajikan tidak punya harta dari dirinya sendiri sehingga perlu biaya untuk membadalkan haji.
Perlu diketahui bahawa haji itu adalah amalan soleh yang sangat mulia. Amalan soleh tentu saja bukan untuk diperjual belikan dan tidak boleh mencari untung duniawiyah dari amalan seperti itu. Maka sudah sebaiknya tidak mengambil upah dari amalan soleh dalam haji seperti tawaf, sa’i, ihram, solat dan melempar jamarot. Sebagaimana seseorang tidak boleh mengambil upah untuk mengganti solat orang lain.
Sehingga yang jadi masalah adalah menjadikan badal haji sebagai profesian. Ketika diberi 1000 atau 2000 riyal, ia menyatakan kurang. Kerana badal haji hanyalah jadi bisnisnya.
Amalan badal haji yang ingin cari dunia adalah suatu kesyirikan. Jika itu syirik, lantas bagaimana boleh dijadikan pahala untuk orang yang telah mati?
Renungkanlah!!  Sungguh ikhlas itu benar-benar diperlukan dalam haji, begitu pula ketika membadalkan (menggantikan haji orang lain).
Sebagaimana: Allah Ta’ala berfirman, (QS. Hud ayat  : 15-16).

Sesiapa yang keadaan usahanya semata-mata berkehendakkan kehidupan dunia dan perhiasannya (dengan tidak disaksikan sama oleh Al-Quran tentang sah batalnya), maka Kami akan sempurnakan hasil usaha mereka di dunia, dan mereka tidak dikurangkan sedikitpun padanya
Merekalah orang-orang yang tidak ada baginya pada hari akhirat kelak selain daripada azab neraka, dan pada hari itu gugurlah apa yang mereka lakukan di dunia, dan batalah apa yang mereka telah kerjakan 
Ulasan dari ayat tersebut
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”
Qotadah mengatakan, “Barangsiapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang selalu dia cari-cari dengan amalan sholehnya, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh kebaikan apa-apa sebagai balasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlash dalam beribadah (yang hanya ingin mengharapkan wajah Allah), dia akan mendapatkan balasan di dunia juga dia akan mendapatkan balasan di akhirat.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)

Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk dan ikhlas dalam beribadah pada-Nya.
Wallahu waliyyu taufiq

Rukun, Wajib Dan Sunnah Haji
Oleh : Tim Pembimbing Ibadah Haji Thayiba Tora

 “Sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah…” (Q.S Al Baqarah : 196).

Penyempurnaan amal haji dan umrah merupakan tuntutan dari Allah SWT sebagaimana perintah dalam firman-Nya di atas. Pelaksanaan ibadah haji atau umrah yang sempurna adalah pelaksanaan amal haji atau umrah yang mengikuti tata cara Nabi SAW. Adapun tata cara haji yang telah diteladankan oleh Nabi SAW tersebut terbagi dalam 3 bentuk amal yaitu amal rukun, amal wajib dan amal sunnah.

Amal rukun haji adalah beberapa amalan haji yang menjadi syarat sah atau tidaknya haji yang dilakukan. Apabila salah satu dari amalan rukun ini ditinggalkan maka haji yang dilakukan adalah tidaklah sah dan tidak dapat diganti dengan denda, kecuali mengulang pelaksanaan haji kembali.

Amal rukun haji tersebut ada 6 (enam) yaitu :
1.   Niat ihram
2.   Wukuf di Arafah
3.   Thawaf Ifadhah
4.   Sa’i haji
5.   Tahallul
6.   Tertib
Sedangkan amal wajib haji adalah amalan yang harus dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji. Bila tertinggal maka diharuskan menggantinya dengan membayar dam, dan hajinya menjadi sempurna setelah dam tersebut terbayar.
“Barang siapa meninggalkan suatu ibadah wajib dalam haji atau lupa, maka dia wajib menyembelih kurban”. (H.R Malik)
Adapun amalan yang tergolong wajib haji adalah :

1.   Niat ihram dari miqot
2.   Memakai pakaian ihram
3.   Mematuhi semua larangan ihram
4.   Bermalam (mabit) di Muzdalifah
5.   Bermalam (mabit) di Mina
6.   Melontar Jumrah
7.   Menyembelih hewan qurban bagi yang berhaji Tamattu’ atau Qiran
8.   Thawaf Wada’
Adapun amal sunnah haji adalah amalan haji yang terpuji bila dilaksanakan. Amalan ini merupakan pelengkap dan penyempurna bagi pelaksanaan haji, diberi pahala bagi mereka yang mengerjakanannya, akan tetapi bila tertinggal atau ditinggalkan pelaksanaannya, tidak membatalkan ibadah hajinya dan tidak diwajibkan membayar dam (denda). Yang termasuk amalan sunnah bagi haji adalah :

1.     Mandi besar sebelum ihram
2.     Memakai wangi-wangian sebelum ihrom bagi laki-laki
3.     Melafadzkan niat ihram di miqat sesudah sholat
4.     Mengulang bacaan Talbiyah
5.     Berdoa saat memasuki kota Mekkah
6.     Berdoa saat memasuki Masjidil Haram
7.      Berdoa saat melihat Ka’bah
8.     Thawaf Qudum
9.     Tarwiyah di Mina
10.    Mencium Hajar Aswad
11.    Sholat di Hijr Ismail
12.    Minum air Zam-zam
13.    Banyak melaksanakan thawaf sunnah selama di Mekkah.

A. Rukun Haji

1.   Niat Ihram.
Niat ihram adalah niat untuk haji dan umrah. Dengan niat ihram ini berarti seseorang telah mengikrarkan diri untuk memenuhi panggilan Allah SWT untuk berhaji dan umrah dengan cara memenuhi tata cara yang telah disyariatkan-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya selama berada dalam ihramnya hingga ia selesai tahallul.
Niat ihram merupakan amal hati yang disunnahkan untuk dilafadzkan. Adapun niat ihram terdiri dari tiga macam sesuai dengan macam cara haji yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW, yaitu haji Tamattu’, haji Qiran dan haji Ifrad.
“Dari Aisyah ra., ia berkata : Pada peristiwa haji wada’ saya ikut keluar bersama Rasulullah SAW. Waktu itu diantara kami ada yang berihram untuk umrah, ada yang berihram untuk haji dan umrah, dan ada pula yang berihram untuk haji saja. Sedangkan Rasulullah SAW sendiri berihram haji. Adapun orang yang telah berihram umrah, ia melakukan tahallul begitu sampai (di Mekkah setelah melakukan thawaf dan sai’), sedang orang yang berihram haji, atau berihram haji dan umrah sekaligus, ia baru bertahallul pada hari nahar (10 Dzulhijjah). (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Ucapan niat ihram untuk masing-masing cara haji tersebut adalah :
Untuk haji Ifrad :
Labbaikallahumma Hajjan (“Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk haji”).
Untuk haji Qiran :
Labbaikallahumma Hajjan wa Umratan (“Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk haji dan umrah”).
Untuk haji Tamattu’ :
Labbaikallahumma Umratan (“Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah”).

1.   Wukuf di Arafah.
Wukuf di Arafah adalah berada di wilayah Arafah pada waktu wukuf yang ditetapkan. Adapun waktu wukuf adalah sejak matahari condong ke barat (waktu Dzuhur) pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga sesaat sebelum terbit fajar (sebelum Subuh) pada malam Idul Adha.
“Haji adalah wukuf di Arafah. Maka siapa yang mendapati Arafah pada malam hari sebelum terbit fajar, sesungguhnya dia telah mendapatkan haji.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tarmidzi dan Ibnu Majah).
Waktu wukuf yang utama adalah sejak waktu Dzuhur hingga matahari terbenam (waktu Maghrib). Amalan yang disunnahkan saat wukuf di Arafah adalah :
Thawaf Ifadah.
Thawaf Ifadah atau thawaf haji adalah memutari Ka’bah tujuh kali  putaran dengan niat thawaf haji.
Thawaf adalah suatu bentuk ibadah berjalan memutari Ka’bah tujuh kali putaran dan selama perjalanan mengitari Ka’bah tersebut diikuti dengan berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT.
Ibadah thawaf ada beberapa macamnya yaitu :

1.   Thawaf haji atau Ifadhah.
2.   Thawaf Qudum (selamat datang).
3.   Thawaf Umrah.
4.   Thawaf Wada’ (perpisahan).
5.   Thawaf Sunnah.

Secara keseluruhan, cara melaksanakan berbagai macam thawaf tersebut adalah sama, hanya dibedakan oleh niatnya. Adapun tata cara pelaksanaan thawaf tersebut adalah sebagai berikut :

1.   Niat thawaf  Ifadah.
2.   Memulai thawaf (putaran) dari garis coklat (sudut Hajar Aswad) dengan mengangkat tangan kanan menghadap sudut Hajar Aswad sambil mengucapkan :
Bismillahi Wallahu akbar, kemudian mengecup tangan.
1.   Memutari Ka’bah tujuh kali putaran dengan senantiasa berzikir dan berdoa, dan setiap melewati sudut Rukun Yamani dan sudut Hajar Aswad mengangkat tangan sambil berucap Bismillahi Wallahu akbar. Saat di sudut Rukun Yamani tangan tidak dikecup, sedangkan saat disudut Hajar Aswad sambil mengecup tangan.
2.   Saat melewati sisi antara sudut  Rukun Yamani dengan sudut Hajar Aswad dianjurkan membaca doa :
     Robbana atiina fid-dunya khasanah wa fil-akhiroti khasanah waqiina adzabannar, wa ad-hilnal jannata maal abror, yaa aziz yzz ghoffar yaa robbal ‘alamin.
1.   Akhir setiap putaran merupakan awal putaran berikutnya yaitu sudut Hajar Aswad (ditandai dengan sepanjang garis coklat), dan akhir putaran yang ketujuh adalah dengan melewati garis coklat tersebut.
2.   Mengerjakan sholat sunnah sesudah thawaf di belakang maqam Ibrahim 2 rakaat dengan membaca surat Al Kafirun pada rakaat pertama dan surat Al Ikhlas pada rakaat kedua.
3.   Berdoa di Multazam.

     Sai’ haji
Sai’ merupakan  bentuk ibadah perjalanan dari bukit Shofa ke bukit Marwah, pulang balik tujuh kali. Ibadah Sai’ seperti thawaf, ada dua macam, yaitu Sai’ haji dan Sai’ umrah.
Tata cara pelaksanaan kedua macam Sai’ tersebut adalah sama, hanya dibedakan oleh niatnya saja. Adapun cara melaksanakan Sai’ haji adalah sebagai berikut :

1.   Niat Sai’ haji.
2.   Memulai dengan mendaki bukit Shofa dan selanjutnya berjalan menuju bukit Marwah, dan seterusnya pulang balik tujuh kali dengan senantiasa berdoa dan berdzikir.
3.   Dianjurkan bagi laki-laki untuk berlari-lari kecil saat melewati batas hijau baik pada jalur Shofa – Marwah maupun jalur Marwah – Shofa, sambil berdoa

“Robbighfir warham wa’fu watakarrom watajawaz amma ta’lam, annaka ta’lam mala na’lam. Innaka antallah a’azzul akram.”
Tahallul.

Tahallul adalah mencukur atau menggunting rambut kepala sebagai tanda selesainya pelaksanaan ibadah haji dan lepasnya ihram.
Dalam ibadah haji tahallul ada dua macam, yaitu :

1.   Tahallul awal yaitu tahallul yang membebaskan diri dari larangan ihram kecuali hubungan suami-istri. Tahallul ini dilaksanakan sesudah melakukan lemparan jumrah pada tanggal 10 Dzulhijjah .
2.   Tahallul akhir yaitu tahallul yang dilaksanakan sesudah menyelesaikan amalan Sai’ haji. Dengan dilaksanakannya tahallul akhir ini maka selesai dan sempurnalah pelaksanaan ibadah haji.

Tertib.
Tertib merupakan rukun bahwa sahnya pelaksnaan rukun-rukun haji yang telah dikemukakan di atas dilaksanakan  secara beruntun, yaitu dari niat ihrom, wukuf, tawaf haji (Ifadhah), Sa’i dan Tahallul.

B. Wajib Haji.

1. Niat Ihram dari Miqat.
Miqat dapat diartikan batas waktu (miqat zamani) atau batas tempat (miqat makani). Dalam hal ini yang dimaksud dengan niat ihram dari miqat adalah niat ihram harus dilakukan pada masa dan di tempat miqat yang telah ditentukan oleh Rasullah SAW.
Bagi jamaah haji dari luar kota Mekkah diwajibkan melaksanakan niat ihramnya ditempat miqat atau pada saat melewati miqat tersebut. Bila hal ini tidak dilakukan , maka wajib baginya membayar Dam, baik disengaja  maupun tidak disengaja . dalam hal ini Dam-nya adalah menyembelih kambing di tanah  suci (Mekkah) dan dibagikan untuk orang-orang miskin di kota tersebut.
Tempat-tempat miqat tersebut adalah :

1.   Al-Juhfah
2.   Dzatu Irqin
3.   Dzul Hulaifah atau Bir Ali
4.   Yalamlam
5.   Qarnul Manazil.

Untuk jamaah haji yang datang dari Indonesia dengan pesawat langsung menuju Mekkah, maka miqatnya adalah Dzatul Irqin atau garis sejajar diatas tempat tersebut. Bagi jamaah yang menuju ke Madinah, maka wajib miqatnya dari Dzul Hulaifah (Bir Ali’).

2. Berpakaian Ihram
Bagi jamaah haji yang akan berihram diwajibkan mengenakan pakaian ihram. Bagi laki-  laki pakaian ihromnya adalah dua lembar kain yang tidak berjahit, satu lembar untuk menutup bagian bawah dan satu untuk menutup bagian atas tubuhnya. Tidak diperkenankan mengenakan pakaian selain 2 lembar kain tersebut termasuk pakaian dalam. Tidak diperkenanan pula bagi laki-laki mengenakan sepatu atau sandal yang menutupi mata kaki.
Sedangkan pakaian ihrom bagi kaum wanita adalah busana muslimah yang menutupi aurat kecuali muka dan pergelangan tangan.

3. Bermalam (Mabit) di Muzdalifah.

Pada saat jamaah meninggalkan Arafah menuju Mina, maka wajib terlebih dahulu bermalam di Muzdalifah. Waktu bermalam di Muzdalifah ini adalah malam hingga sesaat sesudah sholat shubuh sebelum matahari terbit. Bagi wanita dan orang-orang tua yang lemah diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah sesudah tengah malam.
Amalan sunnah yang menyertai mabit di Muzdalifah ini adalah :

1.   Menjama’ takhir dan qashar sholat Maghrib dan Isya’ setelah sampai di Muzdalifah sebelum tengah malam.
2.   Banyak berdzikir dan berdoa.
3.   Mengumpulkan batu kerikil untuk jumrah bila berkesempatan.
4.   Sholat subuh di sana sebelum berangkat melanjutkan perjalanan ke Mina.
5.    
4. Bermalam (Mabit) di Mina.

Pada saat sampai di Mina pada hari Nahar dan Tasyriq, maka diwajibkan bagi jamaah untuk bermalam di Mina pada malam ke-11 dan 12 untuk yang menginginkan 2 malam (Nafar Awwal), atau malam ke-11, 12 dan 13 untuk yang menginginkan 3 hari (Nafar Tsani), yang merupakan keutamaan.

5. Melontar Jumroh.
Bagi jamaah haji diwajibkan melempar batu-batu kecil terhadap 3 tugu, yang disebut :
1.   Jumrotul Ula.
2.   Jumrotul Wustho’.
3.   Jumrotul Aqobah.
Melontar Jumroh ini ada 3 tahap untuk Nafar Awwal dan 4 tahap untuk Nafar Tsani.
Tahap 1 : 
Melempar Jumrotul Aqobah saja pada hari Nahar (tanggal 10) dengan 7 buah  batu satu persatu. Waktu yang paling baik adalah waktu Dhuha. Tidak mengapa bila terpaksa hingga sore hari.
Tahap 2 :
Melempar Jumrotul Ula, dilanjutkan melempar Jumrotul Wustho, dan dilanjutkan melempar Jumrotul Aqobah, secara beruntun, masing-masing 7 kali lemparan pada hari Tasyriq (11 Dzulhijjah). Waktunya sesudah Dzuhur.
Tahap 3 :
Melempar seperti tahap 2  untuk hari Tasyriq (12 Dzulhijjah).
Tahap 4 : 
Melempar seperti tahap 2 untuk hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).

6. Menyembelih qurban bagi yang berhaji Tamattu’ dan haji Qiran.
7. Thawaf Wada’.
Thawaf Wada adalah thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji atau umrah akan meninggalkan kota Mekkah sesudah selesai melaksanakan ibadah haji dan umrahnya. Thawaf ini tanpa disetai Sa’i.
“Janganlah seseorang diantara kamu pulang melainkan akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. “ (H.R. Muslim).
Bagi wanita nifas dan haid tidak diwajibkan melakukan thawaf Wada’ ini.

8. Tidak melanggar larangan ihrom.
Adapun larangan ihrom yang wajib diikuti adalah :

1.   Tidak berkata cabul, kefasikan atau berdebat.
2.   Tidak mencabut atau menggunting/mencukur bulu atau rambut di badan.
3.   Tidak  memotong kuku, tidak  memakai wangi-wangian  (termasuk sabun atau bedak yang mengandung parfum).
4.   Tidak memakai sepatu dan menutup kepala bagi laki-laki.
5.   Tidak memakai kaos tangan untuk wanita.
6.   Tidak boleh  bermesraan suami-istri, tidak  boleh meminang, dipinang, menikah atau dinikahkan.
7.   Tidak boleh berburu.
8.   Tidak mencabut/memotong tanaman.
C. Sunnah Haji
1. Amal Sunnah persiapan ihram.
- Memotong kuku
- Mandi
- Memakai wangi-wangian di badan
- Melafadzkan niat ihram di miqot sesudah solat

2. Membaca Talbiyah.
Mengulang-ulang bacaan talbiyah sepanjang pelaksanaan ibadah haji sejak setelah ihrom. Adapun bacaannya :
“Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syariika laka”.
3. Berdoa saat memasuki kota Mekkah.
4. Berdoa saat memasuki Masjidil Haram.
5. Berdoa saat melihat Ka’bah.
6. Thawaf Qudum.
Thawaf selamat datang. Adapun amalan Thawaf Qudum adalah seperti thawaf haji hanya berbeda niatnya.
7. Minum air zamzam.
8. Tarwiyah di Mina.
Tarwiyah adalah suatu amal sunnah haji untuk tinggal di  Mina (dalam tenda) pada tanggal 8 Dzulhijjah dari waktu dhuhur sampai waktu subuh. Selama waktu tersebut disunnahkan mengerjakan sholat wajibnya dengan diqashar, tanpa dijama’, yakni sholat Dzuhur 2 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya’ 2 rakaat dan Subuh 2 rakaat.
9. Mencium Hajar Aswad.
10. Sholat di Hijr Ismail.
11. Memperbanyak melaksanakan thawaf sunnah selama di Mekkah




No comments:

Post a Comment