Hukum Badal Haji dan umrah
Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya:
Barangsiapa
mati dan belum berhaji karena sakit, miskin atau semacamnya, apakah ia mesti
dihajikan?
Beliau
menjawab:
Orang yang
mati dan belum berhaji tidak terlepas dari dua keadaan:
Pertama:
Saat hidup
mampu berhaji dengan badan dan hartanya, maka orang yang seperti ini wajib bagi
ahli warisnya untuk menghajikannya dengan harta si mati. Orang seperti ini
adalah orang yang belum menunaikan kewajiban di mana ia mampu menunaikan haji
walaupun ia tidak mewasiatkan untuk menghajikannya. Jika si mati malah memberi
wasiat agar ia dapat dihajikan, perkara ini lebih diperintahkan lagi.
Dalil dari
perkara pertama ini adalah firman Allah Ta’ala, (QS. Ali Imran: 97
“Mengerjakan
haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, ( iaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah ”
Juga
disebutkan dalam hadits shahih, ada seorang laki-laki yang menceritakan pada
Nabi Muhammad saw.
“Sungguh ada
kewajiban yang mesti hamba tunaikan pada Allah. Aku mendapati ayahku sudah
berada dalam usia senja, tidak dapat melakukan haji dan tidak dapat pula
melakukan perjalanan. Apakah mesti aku menghajikannya?” “Hajikanlah dan
umrahkanlah dia”,jawab Nabi saw.”
(HR. Ahmad dan An Nasai).
Perkara
orang tua dalam hadits ini telah berumur senja dan sulit melakukan safar (
perjalanan ) dalam amalan haji lainnya, ( maka tentu saja orang yang kuat dan mampu saja
yang melakukannya )tapi disebabkan sudah hampir meninggal dunia lebih baik
untuk dihajikan.
Di hadits
lainnya yang shahih, ada seorang wanita berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ibuku bernadzar untuk berhaji. Namun beliau tidak berhaji sampai
beliau meninggal dunia. Apakah aku mesti menghajikannya?” “Berhajilah untuk
ibumu”, jawab Rasulsaw . (HR. Ahmad dan Muslim)
Kedua:
Jika si
mati dalam keadaan miskin semasa hidupnya sehingga tidak mampu berhaji atau
dalam keadaan tua dan uzur sehingga tidak sempat @ dapat berhaji. Untuk perkara
sebegini ia tetap disyari’atkan bagi keluarganya seperti anak laki-laki atau
anak perempuannya untuk menghajikan orang tuanya.
Alasannya
sebagaimana hadits yang disebutkan sebelumnya.
Begitu pula
dari hadits Ibnu ‘Abbas, Nabi Muhammad saw mendengar seseorang berkata,
“Labbaik ‘an Syubrumah (Aku memenuhi panggilanmu atas nama Syubrumah), maka
beliau bersabda, “Siapa itu Syubrumah?” Lelaki itu menjawab, “Dia saudaraku
–atau kerabatku-”. Nabi saw lantas
bertanya, “Apakah engkau sudah menunaikan haji untuk dirimu sendiri?” Ia
menjawab, ”Belum.” Nabi Muhammad saw lalu mengatakan, “Berhajilah untuk dirimu
sendiri dahulu , baru hajikanlah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Daud).
Hadits ini
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra secara mauquf (hanya sampai pada sahabat Ibnu
‘Abbas).
Jika dilihat
dari dua riwayat di atas, menunjukkan dibolehkan menghajikan orang lain baik
dalam haji wajib ( bernazar )maupun haji
sunnah.
Ada pun
firman Allah Ta’ala,dalam surah An Najm ayat 39
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An Najm: 39).
Ayat ini
bukanlah bermakna seseorang tidak mendapatkan manfaat dari amalan atau usaha
orang lain. Ulama tafsir dan pakar Qur’an menjelaskan bahawa yang dimaksudkan adalah amalan orang lain bukanlah amalan milik
kita. Yang jadi milik kita adalah amalan kita sendiri. Adapun jika amalan orang
lain diniatkan untuk lainnya sebagai pengganti, maka itu akan bermanfaat.
Sebagaimana bermanfaat do’a dan sedekah dari anak yang soleh @ saudara kita (yang diniatkan untuk kita)
tatkala kita telah meninggal dunia.
Begitu pula
jika haji dan puasa sebagai gantian untuk orang lain, maka itu akan bermanfaat.
Nabi Muhammad
saw bersabda,
“Barangsiapa
yang mati namun masih memiliki hutang puasa, maka hendaklah ahli warisnya
membayar hutang puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Aisyah).
Hal ini
khusus untuk ibadah yang ada dalil yang menunjukkan masih bermanfaatnya amalan
dari orang lain seperti do’a dari anak yang soleh @ saudara kita, sedekah, haji
dan puasa. Adapun ibadah selain itu, perlu ditinjau ulang kerana ada
perselisihan ulama di dalamnya seperti kirim pahala solat dan kirim pahala
bacaan qur’an. Untuk amalan ini sebaiknya ditinggalkan kerana kita mencukupkan
pada dalil dan berhati-hati dalam beribadah.
Wallahul
muwaffiq. (Fatwa Syaikh Ibnu Baz di atas diterjemahkan)
Badal Haji.
Para ulama menjelaskan bahawa ada tiga syarat boleh
membadalkan haji:
Orang yang membadalkan adalah orang yang telah berhaji
sebelumnya.Orang yang dibadalkan telah meninggal dunia atau masih hidup namun
tidak mampu berhaji kerana sakit atau telah berusia senja.Orang yang dibadalkan
hajinya mati dalam keadaan Islam. Jika orang yang dibadalkan adalah orang yang
tidak pernah menunaikan solat seumur hidupnya, ia bukanlah muslim sebagaimana
lafaz tegas dalam hadits NabiMuhammad saw, maka dia sudah kafir. Sehingga tidak
sah untuk dibadalkan hajinya.
Perlu diperhatikan:
Tidak boleh banyak orang (dua orang atau lebih) sekaligus dibadalkan hajinya sebagaimana yang terjadi saat ini dalam hal badal haji. Orang yang dititipi badal, malah menghajikan lima sampai sepuluh orang kerana keinginannya hanya ingin dapat penghasilan yang besar. Jadi yang boleh adalah badal haji dilakukan setiap tahun hanya untuk satu orang sahaja yang dibadalkan.
(Lihat
bahasan Membadalkan haji orang lain dengan upah dilarang oleh para ulama
kecuali jika yang menghajikan tidak punya harta dari dirinya sendiri sehingga perlu
biaya untuk membadalkan haji.
Perlu
diketahui bahawa haji itu adalah amalan soleh yang sangat mulia. Amalan soleh
tentu saja bukan untuk diperjual belikan dan tidak boleh mencari untung
duniawiyah dari amalan seperti itu. Maka sudah sebaiknya tidak mengambil upah
dari amalan soleh dalam haji seperti tawaf, sa’i, ihram, solat dan melempar
jamarot. Sebagaimana seseorang tidak boleh mengambil upah untuk mengganti solat
orang lain.
Sehingga
yang jadi masalah adalah menjadikan badal haji sebagai profesian. Ketika diberi
1000 atau 2000 riyal, ia menyatakan kurang. Kerana badal haji hanyalah jadi
bisnisnya.
Amalan
badal haji yang ingin cari dunia adalah suatu kesyirikan. Jika itu syirik,
lantas bagaimana boleh dijadikan pahala untuk orang yang telah mati?
Renungkanlah!!
Sungguh ikhlas itu benar-benar diperlukan
dalam haji, begitu pula ketika membadalkan (menggantikan haji orang lain).
Sebagaimana:
Allah Ta’ala berfirman, (QS. Hud ayat :
15-16).
Sesiapa
yang keadaan usahanya semata-mata berkehendakkan kehidupan dunia dan
perhiasannya (dengan tidak disaksikan sama oleh Al-Quran tentang sah batalnya),
maka Kami akan sempurnakan hasil usaha mereka di dunia, dan mereka tidak
dikurangkan sedikitpun padanya
Merekalah
orang-orang yang tidak ada baginya pada hari akhirat kelak selain daripada azab
neraka, dan pada hari itu gugurlah apa yang mereka lakukan di dunia, dan
batalah apa yang mereka telah kerjakan
Ulasan dari
ayat tersebut
“Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”
Qotadah mengatakan,
“Barangsiapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang selalu dia cari-cari
dengan amalan sholehnya, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di
dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh kebaikan apa-apa
sebagai balasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlash dalam beribadah
(yang hanya ingin mengharapkan wajah Allah), dia akan mendapatkan balasan di
dunia juga dia akan mendapatkan balasan di akhirat.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim)
Semoga
Allah senantiasa memberikan petunjuk dan ikhlas dalam beribadah pada-Nya.
Wallahu waliyyu taufiq
Wallahu waliyyu taufiq
Rukun, Wajib Dan Sunnah Haji
Oleh : Tim
Pembimbing Ibadah Haji Thayiba Tora
“Sempurnakanlah
haji dan umrah untuk Allah…” (Q.S Al Baqarah :
196).
Penyempurnaan
amal haji dan umrah merupakan tuntutan dari Allah SWT sebagaimana perintah
dalam firman-Nya di atas. Pelaksanaan ibadah haji atau umrah yang sempurna
adalah pelaksanaan amal haji atau umrah yang mengikuti tata cara Nabi SAW.
Adapun tata cara haji yang telah diteladankan oleh Nabi SAW tersebut terbagi
dalam 3 bentuk amal yaitu amal rukun, amal wajib dan amal sunnah.
Amal
rukun haji adalah beberapa amalan haji yang menjadi syarat sah atau
tidaknya haji yang dilakukan. Apabila salah satu dari amalan rukun ini
ditinggalkan maka haji yang dilakukan adalah tidaklah sah dan tidak dapat
diganti dengan denda, kecuali mengulang pelaksanaan haji kembali.
Amal
rukun haji tersebut ada 6 (enam) yaitu :
1.
Niat ihram
2.
Wukuf di Arafah
3.
Thawaf Ifadhah
4.
Sa’i haji
5.
Tahallul
6.
Tertib
Sedangkan amal
wajib haji adalah amalan yang harus dilakukan pada
saat melaksanakan ibadah haji. Bila tertinggal maka diharuskan menggantinya
dengan membayar dam, dan hajinya menjadi sempurna setelah dam
tersebut terbayar.
“Barang
siapa meninggalkan suatu ibadah wajib dalam haji atau lupa, maka dia wajib
menyembelih kurban”. (H.R Malik)
Adapun
amalan yang tergolong wajib haji adalah :
1.
Niat ihram dari miqot
2.
Memakai pakaian ihram
3.
Mematuhi semua larangan ihram
4.
Bermalam (mabit) di Muzdalifah
5.
Bermalam (mabit) di Mina
6.
Melontar Jumrah
7.
Menyembelih hewan qurban bagi yang berhaji Tamattu’ atau Qiran
8.
Thawaf Wada’
Adapun amal
sunnah haji adalah amalan haji yang terpuji bila
dilaksanakan. Amalan ini merupakan pelengkap dan penyempurna bagi pelaksanaan
haji, diberi pahala bagi mereka yang mengerjakanannya, akan tetapi bila
tertinggal atau ditinggalkan pelaksanaannya, tidak membatalkan ibadah hajinya
dan tidak diwajibkan membayar dam (denda). Yang termasuk amalan sunnah bagi
haji adalah :
1.
Mandi besar sebelum
ihram
2.
Memakai wangi-wangian
sebelum ihrom bagi laki-laki
3.
Melafadzkan niat ihram
di miqat sesudah sholat
4.
Mengulang bacaan
Talbiyah
5.
Berdoa saat memasuki
kota Mekkah
6.
Berdoa saat memasuki
Masjidil Haram
7.
Berdoa saat melihat
Ka’bah
8.
Thawaf Qudum
9.
Tarwiyah di Mina
10.
Mencium Hajar Aswad
11.
Sholat di Hijr Ismail
12.
Minum air Zam-zam
13.
Banyak melaksanakan thawaf sunnah selama di Mekkah.
A. Rukun Haji
1.
Niat Ihram.
Niat
ihram adalah niat untuk haji dan umrah. Dengan niat ihram ini berarti seseorang
telah mengikrarkan diri untuk memenuhi panggilan Allah SWT untuk berhaji dan
umrah dengan cara memenuhi tata cara yang telah disyariatkan-Nya dan tidak
melanggar larangan-Nya selama berada dalam ihramnya hingga ia selesai tahallul.
Niat
ihram merupakan amal hati yang disunnahkan untuk dilafadzkan. Adapun niat ihram
terdiri dari tiga macam sesuai dengan macam cara haji yang ditetapkan oleh
Rasulullah SAW, yaitu haji Tamattu’, haji Qiran dan haji Ifrad.
“Dari
Aisyah ra., ia berkata : Pada peristiwa haji wada’ saya ikut keluar bersama
Rasulullah SAW. Waktu itu diantara kami ada yang berihram untuk umrah, ada yang
berihram untuk haji dan umrah, dan ada pula yang berihram untuk haji saja.
Sedangkan Rasulullah SAW sendiri berihram haji. Adapun orang yang telah
berihram umrah, ia melakukan tahallul begitu sampai (di Mekkah setelah
melakukan thawaf dan sai’), sedang orang yang berihram haji, atau berihram haji
dan umrah sekaligus, ia baru bertahallul pada hari nahar (10 Dzulhijjah). (HR.
Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Ucapan
niat ihram untuk masing-masing cara haji tersebut adalah :
Untuk
haji Ifrad :
Labbaikallahumma
Hajjan (“Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk haji”).
Untuk
haji Qiran :
Labbaikallahumma
Hajjan wa Umratan (“Ya Allah aku penuhi
panggilan-Mu untuk haji dan umrah”).
Untuk
haji Tamattu’ :
Labbaikallahumma
Umratan (“Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah”).
1.
Wukuf di Arafah.
Wukuf
di Arafah adalah berada di wilayah Arafah pada waktu wukuf yang ditetapkan.
Adapun waktu wukuf adalah sejak matahari condong ke barat (waktu Dzuhur) pada
tanggal 9 Dzulhijjah hingga sesaat sebelum terbit fajar (sebelum Subuh) pada
malam Idul Adha.
“Haji
adalah wukuf di Arafah. Maka siapa yang mendapati Arafah pada malam hari
sebelum terbit fajar, sesungguhnya dia telah mendapatkan haji.” (HR Ahmad, Abu
Dawud, Tarmidzi dan Ibnu Majah).
Waktu
wukuf yang utama adalah sejak waktu Dzuhur hingga matahari terbenam (waktu
Maghrib). Amalan yang disunnahkan saat wukuf di Arafah adalah :
Thawaf
Ifadah.
Thawaf
Ifadah atau thawaf haji adalah memutari Ka’bah tujuh kali putaran dengan
niat thawaf haji.
Thawaf
adalah suatu bentuk ibadah berjalan memutari Ka’bah tujuh kali putaran dan
selama perjalanan mengitari Ka’bah tersebut diikuti dengan berdzikir dan berdoa
kepada Allah SWT.
Ibadah
thawaf ada beberapa macamnya yaitu :
1.
Thawaf haji atau Ifadhah.
2.
Thawaf Qudum (selamat datang).
3.
Thawaf Umrah.
4.
Thawaf Wada’ (perpisahan).
5.
Thawaf Sunnah.
Secara
keseluruhan, cara melaksanakan berbagai macam thawaf tersebut adalah sama,
hanya dibedakan oleh niatnya. Adapun tata cara pelaksanaan thawaf tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Niat thawaf Ifadah.
2.
Memulai thawaf (putaran) dari garis coklat (sudut Hajar Aswad)
dengan mengangkat tangan kanan menghadap sudut Hajar Aswad sambil mengucapkan :
Bismillahi
Wallahu akbar, kemudian mengecup tangan.
1.
Memutari Ka’bah tujuh kali putaran dengan senantiasa berzikir
dan berdoa, dan setiap melewati sudut Rukun Yamani dan sudut Hajar Aswad
mengangkat tangan sambil berucap Bismillahi Wallahu akbar. Saat di sudut Rukun
Yamani tangan tidak dikecup, sedangkan saat disudut Hajar Aswad sambil mengecup
tangan.
2.
Saat melewati sisi antara sudut Rukun Yamani dengan
sudut Hajar Aswad dianjurkan membaca doa :
Robbana atiina
fid-dunya khasanah wa fil-akhiroti khasanah waqiina adzabannar, wa ad-hilnal
jannata maal abror, yaa aziz yzz ghoffar yaa robbal ‘alamin.
1.
Akhir setiap putaran merupakan awal putaran berikutnya yaitu
sudut Hajar Aswad (ditandai dengan sepanjang garis coklat), dan akhir putaran
yang ketujuh adalah dengan melewati garis coklat tersebut.
2.
Mengerjakan sholat sunnah sesudah thawaf di belakang maqam
Ibrahim 2 rakaat dengan membaca surat Al Kafirun pada rakaat pertama dan surat
Al Ikhlas pada rakaat kedua.
3.
Berdoa di Multazam.
Sai’ haji
Sai’
merupakan bentuk ibadah perjalanan dari bukit Shofa ke bukit Marwah,
pulang balik tujuh kali. Ibadah Sai’ seperti thawaf, ada dua macam, yaitu Sai’
haji dan Sai’ umrah.
Tata
cara pelaksanaan kedua macam Sai’ tersebut adalah sama, hanya dibedakan oleh
niatnya saja. Adapun cara melaksanakan Sai’ haji adalah sebagai berikut :
1.
Niat Sai’ haji.
2.
Memulai dengan mendaki bukit Shofa dan selanjutnya berjalan
menuju bukit Marwah, dan seterusnya pulang balik tujuh kali dengan senantiasa
berdoa dan berdzikir.
3.
Dianjurkan bagi laki-laki untuk berlari-lari kecil saat
melewati batas hijau baik pada jalur Shofa – Marwah maupun jalur Marwah –
Shofa, sambil berdoa
“Robbighfir
warham wa’fu watakarrom watajawaz amma ta’lam, annaka ta’lam mala na’lam.
Innaka antallah a’azzul akram.”
Tahallul.
Tahallul
adalah mencukur atau menggunting rambut kepala sebagai tanda selesainya
pelaksanaan ibadah haji dan lepasnya ihram.
Dalam
ibadah haji tahallul ada dua macam, yaitu :
1.
Tahallul awal yaitu
tahallul yang membebaskan diri dari larangan ihram kecuali hubungan
suami-istri. Tahallul ini dilaksanakan sesudah melakukan lemparan jumrah pada
tanggal 10 Dzulhijjah .
2.
Tahallul akhir yaitu
tahallul yang dilaksanakan sesudah menyelesaikan amalan Sai’ haji. Dengan
dilaksanakannya tahallul akhir ini maka selesai dan sempurnalah pelaksanaan
ibadah haji.
Tertib.
Tertib
merupakan rukun bahwa sahnya pelaksnaan rukun-rukun haji yang telah dikemukakan
di atas dilaksanakan secara beruntun, yaitu dari niat ihrom, wukuf, tawaf
haji (Ifadhah), Sa’i dan Tahallul.
B.
Wajib Haji.
1. Niat
Ihram dari Miqat.
Miqat
dapat diartikan batas waktu (miqat zamani) atau batas tempat (miqat makani).
Dalam hal ini yang dimaksud dengan niat ihram dari miqat adalah niat ihram
harus dilakukan pada masa dan di tempat miqat yang telah ditentukan oleh
Rasullah SAW.
Bagi
jamaah haji dari luar kota Mekkah diwajibkan melaksanakan niat ihramnya
ditempat miqat atau pada saat melewati miqat tersebut. Bila hal ini tidak
dilakukan , maka wajib baginya membayar Dam, baik disengaja maupun tidak
disengaja . dalam hal ini Dam-nya adalah menyembelih kambing di tanah
suci (Mekkah) dan dibagikan untuk orang-orang miskin di kota tersebut.
Tempat-tempat
miqat tersebut adalah :
1.
Al-Juhfah
2.
Dzatu Irqin
3.
Dzul Hulaifah atau Bir Ali
4.
Yalamlam
5.
Qarnul Manazil.
Untuk jamaah
haji yang datang dari Indonesia dengan pesawat langsung menuju Mekkah, maka
miqatnya adalah Dzatul Irqin atau garis sejajar diatas tempat tersebut. Bagi
jamaah yang menuju ke Madinah, maka wajib miqatnya dari Dzul Hulaifah (Bir
Ali’).
2. Berpakaian
Ihram
Bagi
jamaah haji yang akan berihram diwajibkan mengenakan pakaian ihram. Bagi
laki- laki pakaian ihromnya adalah dua lembar kain yang tidak berjahit,
satu lembar untuk menutup bagian bawah dan satu untuk menutup bagian atas
tubuhnya. Tidak diperkenankan mengenakan pakaian selain 2 lembar kain tersebut
termasuk pakaian dalam. Tidak diperkenanan pula bagi laki-laki mengenakan
sepatu atau sandal yang menutupi mata kaki.
Sedangkan
pakaian ihrom bagi kaum wanita adalah busana muslimah yang menutupi aurat
kecuali muka dan pergelangan tangan.
3. Bermalam
(Mabit) di Muzdalifah.
Pada
saat jamaah meninggalkan Arafah menuju Mina, maka wajib terlebih dahulu
bermalam di Muzdalifah. Waktu bermalam di Muzdalifah ini adalah malam hingga
sesaat sesudah sholat shubuh sebelum matahari terbit. Bagi wanita dan
orang-orang tua yang lemah diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah sesudah tengah
malam.
Amalan
sunnah yang menyertai mabit di Muzdalifah ini adalah :
1.
Menjama’ takhir dan qashar sholat Maghrib dan Isya’ setelah
sampai di Muzdalifah sebelum tengah malam.
2.
Banyak berdzikir dan berdoa.
3.
Mengumpulkan batu kerikil untuk jumrah bila berkesempatan.
4.
Sholat subuh di sana sebelum berangkat melanjutkan perjalanan
ke Mina.
5.
4. Bermalam
(Mabit) di Mina.
Pada
saat sampai di Mina pada hari Nahar dan Tasyriq, maka diwajibkan bagi jamaah
untuk bermalam di Mina pada malam ke-11 dan 12 untuk yang menginginkan 2 malam
(Nafar Awwal), atau malam ke-11, 12 dan 13 untuk yang menginginkan 3 hari
(Nafar Tsani), yang merupakan keutamaan.
5. Melontar
Jumroh.
Bagi
jamaah haji diwajibkan melempar batu-batu kecil terhadap 3 tugu, yang disebut :
1.
Jumrotul Ula.
2.
Jumrotul Wustho’.
3.
Jumrotul Aqobah.
Melontar
Jumroh ini ada 3 tahap untuk Nafar Awwal dan 4 tahap untuk Nafar Tsani.
Tahap
1 :
Melempar
Jumrotul Aqobah saja pada hari Nahar (tanggal 10) dengan 7 buah batu satu
persatu. Waktu yang paling baik adalah waktu Dhuha. Tidak mengapa bila terpaksa
hingga sore hari.
Tahap
2 :
Melempar
Jumrotul Ula, dilanjutkan melempar Jumrotul Wustho, dan dilanjutkan melempar
Jumrotul Aqobah, secara beruntun, masing-masing 7 kali lemparan pada hari
Tasyriq (11 Dzulhijjah). Waktunya sesudah Dzuhur.
Tahap
3 :
Melempar
seperti tahap 2 untuk hari Tasyriq (12 Dzulhijjah).
Tahap
4 :
Melempar
seperti tahap 2 untuk hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).
6. Menyembelih
qurban bagi yang berhaji Tamattu’ dan haji Qiran.
7. Thawaf
Wada’.
Thawaf
Wada adalah thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji atau umrah akan
meninggalkan kota Mekkah sesudah selesai melaksanakan ibadah haji dan umrahnya.
Thawaf ini tanpa disetai Sa’i.
“Janganlah
seseorang diantara kamu pulang melainkan akhir yang dilakukannya adalah thawaf
di Baitullah. “ (H.R. Muslim).
Bagi
wanita nifas dan haid tidak diwajibkan melakukan thawaf Wada’ ini.
8. Tidak
melanggar larangan ihrom.
Adapun
larangan ihrom yang wajib diikuti adalah :
1.
Tidak berkata cabul, kefasikan atau berdebat.
2.
Tidak mencabut atau menggunting/mencukur bulu atau rambut di
badan.
3.
Tidak memotong kuku, tidak memakai
wangi-wangian (termasuk sabun atau bedak yang mengandung parfum).
4.
Tidak memakai sepatu dan menutup kepala bagi laki-laki.
5.
Tidak memakai kaos tangan untuk wanita.
6.
Tidak boleh bermesraan suami-istri, tidak boleh
meminang, dipinang, menikah atau dinikahkan.
7.
Tidak boleh berburu.
8.
Tidak mencabut/memotong tanaman.
C.
Sunnah Haji
1. Amal
Sunnah persiapan ihram.
- Memotong
kuku
-
Mandi
-
Memakai wangi-wangian di badan
-
Melafadzkan niat ihram di miqot sesudah solat
2. Membaca
Talbiyah.
Mengulang-ulang
bacaan talbiyah sepanjang pelaksanaan ibadah haji sejak setelah ihrom. Adapun
bacaannya :
“Labbaik
Allahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wan ni’mata
laka wal mulk laa syariika laka”.
3. Berdoa
saat memasuki kota Mekkah.
4. Berdoa
saat memasuki Masjidil Haram.
5. Berdoa
saat melihat Ka’bah.
6. Thawaf
Qudum.
Thawaf
selamat datang. Adapun amalan Thawaf Qudum adalah seperti thawaf haji hanya
berbeda niatnya.
7. Minum
air zamzam.
8. Tarwiyah
di Mina.
Tarwiyah
adalah suatu amal sunnah haji untuk tinggal di Mina (dalam tenda) pada
tanggal 8 Dzulhijjah dari waktu dhuhur sampai waktu subuh. Selama waktu
tersebut disunnahkan mengerjakan sholat wajibnya dengan diqashar, tanpa
dijama’, yakni sholat Dzuhur 2 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya’ 2 rakaat dan
Subuh 2 rakaat.
9. Mencium
Hajar Aswad.
10. Sholat
di Hijr Ismail.
11. Memperbanyak
melaksanakan thawaf sunnah selama di Mekkah
No comments:
Post a Comment