CARA BERPUASA DI HARI ASYURA
1. Berpuasa selama 3 hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas ra yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2: “Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya.”
Namun di dalam sanadnya ada
rawi yang diperbincangkan. Ibnul Qayyim berkata (dalam Zaadud Ma’al 2/76):”Ini
adalah darjat yang paling sempurna.” Syaikh Abdul Haq ad-Dahlawi
mengatakan:”Inilah yang Utama.” Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga
mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa
tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharram) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar
4/245) dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury dalam Ma’arifus Sunan 5/434
2. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram banyak hadits menunjukkan cara ini: “Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka Baginda saw bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.”, tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah saw telah wafat.”[6]
Dalam riwayat lain : “Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan melaksanakan puasa pada hari kesembilan.”[7].
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :”Keinginan beliau untuk berpuasa pada tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa beliau tidak hanya berpuasa pada tanggal sembilan saja, namun juga ditambahkan pada hari kesepuluh. Kemungkinan dimaksudkan untuk berhati-hati dan mungkin juga untuk menyelisihi kaum Yahudi dan Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih kuat, dan itu ditunjukkan sebahagian riwayat Muslim” “Dari ‘Atha’, dia mendengar Ibnu Abbas berkata:”Selisihilan Yahudi, berpuasalah pada tanggal 9 dan 10”.
3. Berpuasa Dua Hari iaitu tanggal
9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram
“Berpuasalah
pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya
atau
sehari
setelahnya”
Hadits marfu’ ini tidak shahih kerana ada 3 illat (cacat):-. Ibnu Abi Laila, lemah kerana hafalannya buruk.
-. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
-. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal daripada perawi jalan/sanad marfu’
Jadi hadits di
atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma’tsurah karya
As-Syafi’i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.
Ibnu Rajab
berkata (Lathaiful Ma’arif hal 49):”Dalam sebahagian riwayat disebutkan atau
sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan dari perawi atau
memang menunjukkan kebolehan….”
Ar-Rafi’i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :”Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11″
4. Berpuasa pada 10 Muharram saja
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :”Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. Wallahu a’lam.”
BID’AH-BID’AH DI HARI ASYURA
1. Solat dan zikir-zikir khusus, solat ini disebut dengan solat Asyura
2. Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan membasuh dan mensikat
rambut.
3. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya.
4. Membakar kemenyan.
5. Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya itu.
6. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal tahun
3. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya.
4. Membakar kemenyan.
5. Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya itu.
6. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal tahun
(Sebagaimana termaktub dalam
Majmu’ Syarif)
7. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin
8. Memberi wang belanja lebih kepada keluarga.
9. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):”
7. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin
8. Memberi wang belanja lebih kepada keluarga.
9. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):”
Adapun pernyataan sebagian orang
yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk ziarah kepada
orang alim, menengok orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memotong kuku,
membaca al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yg
menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang
benar amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap saat, adapun
mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah bid’ah.”
Adapun mengadakan ma’tam (kumpulan orang dalam kesusahan, semacam haul) sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam rangka mengenang kematian Husain bin Ali ra maka itu adalah perbuatan orang-orang yang tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan mengadakan ma’tam pada hari lahir atau wafat para nabi maka bagaimanakah dengan manusia/orang selain mereka”
Pada saat menerangkan kaedah-kaedah untuk mengenal hadits palsu, Al-Hafidz Ibnu Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata : “Hadits-hadits tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-senang, berpesta dan solat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak ada satupun yang shahih, tidak satupun keterangan yang kuat dari Nabi saw selain hadits puasa. Adapun selainnya adalah bathil seperti. “Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya sepanjang tahun”.
Imam Ahmad berkata : “Hadits ini tidak sah/bathil”.
Adapun hadits-hadits bercelak, memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian, itu dibuat-buat oleh pendusta. Kemudian golongan lain membalas dengan menjadikan hari Asyura sebagai hari kesedihan dan kesusahan. Dua goloangan ini adalah ahli bid’ah yang menyimpang dari As-Sunnah. Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan puasa pada hari itu yang diperintahkan oleh Rasul saw dan menjauhi bid’ah-bid’ah yang diperintahkan oleh syaithan”.
Adapun solat Asyura maka haditsnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/29 berkata : “Maudhu’ (hadits palsu)”. Ucapan beliau ini diambil Asy-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah hal.47. Hal senada juga diucapkan oleh Al-Iraqi dalam Tanzihus Syari’ah 2/89 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’ah 2/122
Ibnu Rajab berkata (Latha’ful Ma’arif) : “Setiap riwayat yang menerangkan keutamaan bercelak, berinai dan mandi pada hari Asyura adalah maudlu (palsu) tidak sah. Contohnya hadits yang dikatakan dari Abu Hurairah ra secara marfu. “Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak akan sakit di tahun itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian”.
Hadits ini adalah buatan para pembunuh Husain. Adapun hadits, “Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka matanya tidak akan pernah sakit selamanya” Maka ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi menilainya sebagai hadits maudlu (palsu).
Hadits ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudlu’at 2/204. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim sebagaimana dinukil As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/111. Al-Hakim berkata : “Bercelak di hari Asyura tidak ada satu pun atsar/hadits dari Nabi saw. Dan hal ini adalah bid’ah yang dibuat oleh para pembunuh Husain ra.
No comments:
Post a Comment